Ibadah Qurban Dan Realitas Sosial

Rabu, 19 Desember 2007

Setiap tahun dalam kalender islam, umat islam paling tidak merayakan dua hari raya penting yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Patut kiranya bagi kita untuk merefleksi, apa sebenarnya makna dan pesan moral yang terkandung dari setiap perayaan itu sehingga tidak hanya bermakna relegius semata tetapi lebih dari itu, kita bisa melakukan langkah-langkah konstruktif untuk melakukan perubahan dalam kehidupan ini,.

Dan Idul Adha yang juga sering di sebut idul qurban telah dinyatakan dengan tegas oleh Tuhan dalam kitab suci-Nya;

“Telah kami tebarkan nikmat yang banyak kepadamu, maka dirikanlah sholat dan berkurbanlah” (Qs, 108:1-2).

Teks ini dan riwayat qurban yang sering dikaitkan dengan sejarah kehidupan nabi Ibrahim hendaknya tidak dimaknai secara leksikal dan tekstual, karena setiap teks berhubungan dengan konteks kejadian yang menyertainya. Pemaknaan secara konstektual juga akan berguna untuk menemukan makna yang transformatif dan radikal, sehingga teks akan senantiasa hidup, dinamis, dan berkesesuaian dengan zaman.

Orang kadang sering lupa antara simbol dan substansi. Banyak orang yang sering berkurban secara formal tiap tahunnya sebanyak-banyaknya, akan tetapi substansi ibadah kurban sebagaimana yang dicerminkan dari Ibrahim yaitu untuk mengikis egoisitas diri Ibrahim, absen dari kehidupan sehari-hari.

Kurban yang sebenarnya harus berdampak sosial dan menumbuhkan keberagaman sejati pada orang yang melaksanakan, sehingga berkurban bukan sekedar menyembelih kambing, sapi dan yang sejenisnya, tetapi hendaklah kita berani berkurban dengan MENGURBANKAN EGO, KEPENTINGAN, HARTA BENDA, perhatian kita, dan urusan-urusan lain demi solidaritas kita terhadap sesama.

Tidak ada komentar:

2007 Vestina Arnianty , all right reserved.
Use of this website signifies your agreement to the Terms of Use.