‘Jembatan Zaman’

Senin, 12 November 2007

‘Jembatan Zaman’

Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya.

Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kecil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan dilangit dan tak kenal tiang listrik?

Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih sering hinggap dipucuknya.
Kini burung besar bahkan bersangkar diketiaknya.
Kawanan kelelawar menggantungi buahnya.
Namun jangan sekali-sekali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat ditapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu lagi.

Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi.
Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lebih mengerti dari yang semula.
Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segalanya tau.

Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan kecepatan zaman yang melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh keatas tapi masih dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh kedalam dan tak bisa terlalu jauh ke samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.

Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri.

Tidak ada komentar:

2007 Vestina Arnianty , all right reserved.
Use of this website signifies your agreement to the Terms of Use.